Monday, April 21, 2014

Bagai Durian Runtuh


Persis seperti ketika mendapatkan durian runtuh, ketika sudah di dapatkan, bingung ingin melakukan apa. Kebiasaan baik yang selama ini sering ku lakukan, justru sekarang sering ku tinggalkan. Terlalu lama terbuai dalam aktivitas dunia, membuat hidupku terasa kosong. Aku seperti bergerak mundur meninggalkan hal-hal yang baik, melangkah ke masa-masa kelam yang meruntuhkan kamar kesabaranku. Inilah realita perasaan yang ku alami. Seharusnya ku dengarkan sekian banyak nasehat di sekelilingku. Betapa sahabat-sahabatku ada ketika ku tengah terluka.

Rasa malas itu sering mendera. Kewajibanku terabaikan dan aku menumpuk dosa. Dosa yang membuatku tertekan dan semakin jauh dariNya. Aku tahu, aku sering meninggalkanNya. Tidaklah yang tampak pada diriku adalah seperti yang kelihatan hanya karena Allah menutupi setiap aib yang ada padaku. Jika saja aib itu kelihatan, tak ada lagi kebaikan yang akan nampak. Masya Allah... Diri ini bermandikan

Saturday, April 19, 2014

Ketika Lelah membuat Lena


Entah apa yang ada di pikiranku. Dari tadi hanya minimize dan maximize program-program yang ada di laptopku. Hampir setengah jam seperti itu. Sama sekali tidak ada ide untuk menulis apa-apa. Jika ada pemberitahuan di Facebook langsung ku buka, atau ada pesan di Line langsung ku buka jua. Sedang sebuah karya menanti tangan ini untuk membuatnya.  Rasanya lama sudah, aku membiarkan hari-hari ku terisi dengan hal-hal yang tidak berguna sama sekali. Banyak waktu yang terbuang sia-sia. Apa yang ada dipikiranku? tidak jua pernah bisa kutuliskan lagi. Semua berlalu tanpa ada bekas yang berkesan di hati.

Ku coba ingat lagi semua yang ku lalui disini. Di Aceh Utara dan Lhokseumawe ini. Aku menghabiskan waktu hampir tiga tahun disini. Begitu banyak suka dan duka yang ku alami. Kadang aku enggan untuk

Menulis Lagi [Hasrat Hati yang Tertunda]


Telah lama jari-jari ini tidak lagi bergerak lancar di keyboard untuk menuaikan pikiran dan apa yang aku rasakan dalam bentuk tulisan. Mungkin akan terasa berbeda saat aku kembali menekuni hobi yang lama ku tinggalkan. Malam ini, malam minggu, disekitarku ada suara bising-bising anak-anak bermain game. Tapi itu terabaikan. Hatiku jauh lebih damai. Ingin selalu aku berucap subhanallah untuk perasaan yang indah ini. Perasaan yang hadir karenaMu Allahku. Kemaren terasa air mata mengalir deras. Bukan untuk sebuah penyesalan. Tapi untuk sebuah keterlambatan hatiku. Kenapa tidak dari dulu bentuk kenyamanan dan ketentraman ini aku rasakan? Rasanya ingin menangis.. Subhanallah... Dan akhirnya tidaklah air mata ini mampu ku redam lagi. Indah ya Rabb... Indah ya Allah... Sebuah kedekatan

Ketika Terasa Kelam


Adakah yang lebih baik dariku selain diam? Atau adakah yang lebih baik dariku selain dari pergi menjauh. Melangkah meninggalkan semua kenangan pahit dan tidak terpedulikan.
Serasa ini teramat menyakitkan. Meruntuhkan kamar kesabaran. Tapi aku selalu berbicara sabar. Selalu berbicara ikhlas. Baiknya aku tidak terima apapun alasanmu. Tapi entahlah? Aku merasa semakin tenggelam.

Kata-kata negatif itu selalu menghantui pikiranku. Berulang kali aku mengatakan. Aku tidak suka kekerasan. Aku tidak suka kata-kata kasar. Tapi orang yang saat itu teramat dekat denganku. Justru yang mempunyai karakter seperti itu. Ingin ku bunuh mati perasaan sayang. Tapi rasa sayang itu ada, meski tak terungkap. Ingin ku berlari kencang meninggalkannya. Tapi janji-janjiku dengannya mengikat kuat pada buhul harapan kami di masa depan.

Aku bertanya pada langit? Apakah dia pernah menangis? Atau pernahkah dia merasa luka seperti yang kurasa. Tidak... Langit terlalu bening. Dan dia pasti tidak pernah sepertiku. Ku lihat sekelilingku. Ada pepohonan. Ku tanya padanya? Apakah dia pernah