Saturday, April 19, 2014

Ketika Terasa Kelam


Adakah yang lebih baik dariku selain diam? Atau adakah yang lebih baik dariku selain dari pergi menjauh. Melangkah meninggalkan semua kenangan pahit dan tidak terpedulikan.
Serasa ini teramat menyakitkan. Meruntuhkan kamar kesabaran. Tapi aku selalu berbicara sabar. Selalu berbicara ikhlas. Baiknya aku tidak terima apapun alasanmu. Tapi entahlah? Aku merasa semakin tenggelam.

Kata-kata negatif itu selalu menghantui pikiranku. Berulang kali aku mengatakan. Aku tidak suka kekerasan. Aku tidak suka kata-kata kasar. Tapi orang yang saat itu teramat dekat denganku. Justru yang mempunyai karakter seperti itu. Ingin ku bunuh mati perasaan sayang. Tapi rasa sayang itu ada, meski tak terungkap. Ingin ku berlari kencang meninggalkannya. Tapi janji-janjiku dengannya mengikat kuat pada buhul harapan kami di masa depan.

Aku bertanya pada langit? Apakah dia pernah menangis? Atau pernahkah dia merasa luka seperti yang kurasa. Tidak... Langit terlalu bening. Dan dia pasti tidak pernah sepertiku. Ku lihat sekelilingku. Ada pepohonan. Ku tanya padanya? Apakah dia pernah
merasa sakit saat dahan-dahannya di tebangi dengan kasar oleh manusia. Ku lihat, dia teramat pasrah dan menerima takdir dengan ikhlas.

Aku bertanya pada hatiku? Apakah tujuanku berubah? dan apa yang ku kejar saat aku berubah. Teringat kembali berbagai pesan yang kusampaikan. Tentang kesabaraan. Tentang keikhlasan. Tentang sebuah niat perubahan yang karena Allah. Aku? Aku kenapa ya Allah?

Aku merasa sepi di tengah keramaian. Aku merasa tiada punya teman disaat banyak yang mangatakan sayang. Aku? Aku tidak tahu mengapa. Hari-hari berlalu semakin hampa. Semakin hampa ketika aku semakin dekat dengannya dan kurasakan sayang itupun lenyap.

Sekarang ku ajak hati untuk lebih mendalami apa yang kurasa? Apakah aku berada di jalan yang salah. Kenapa ketidaktenangan itu hadir? Dan kontan semua ingatan tentang kata-kata sahabatku terngiang.
"Dia itu bukan sahabatmu mu", "Lihat kami", "Lihat kami mi", "Kami inilah sahabatmu", sambil dia mengatakan nama-nama teman-teman kami yang selalu hadir di kehidupanku.

Aku mulai sulit untuk percaya. Apalagi tentang sebuah ketulusan. Ada selalu yang disembunyikan darinya. Jika aku memang tak mampu menjadi diriku di saat bersamanya, akankah aku akan tetap bertahan pada rasa tertekan yang membuat kreativitaskupun mati. Atau jika bersama-nya justru membuat ruang gerakku semakin sempit, akankah aku mampu menjadi cermin yang memantulkan dirinya. Ah, kami terlalu berbeda. Sangat berbeda. Berbeda jauh.

Jika semua tak mampu ku ucapkan. Biarlah sebuah tulisan ini ku selesaikan. Jika saja ada yang tidak sengaja membaca dan ia terluka. Maka maafkanlah. Sungguh tidak ada pemaksaan dalam kehidupan. Apalagi tentang perasaan.

Aku bebas memilih dengan siapa ku berteman. Aku bebas memilih dengan siapa ku akan menjauh. Dan, inilah aku.

Harusnya ku tahu, kenapa kau dijauhi, Harusnya ku tahu ada dendam saat kau berkata "Aku memaafkan, tapi tidak dengan akan terjadinya hubungan yang dekat"

Ini akan menjadi masalahku. Iya menjadi masalahku. Karena kau hadir dan menjadi sumber segala permasalahan yang menimpaku.

Dan saat ini, ku temukan tempat berbagi. Apa aku salah? Entahlah? Hanya Allah yang tahu....
dan biarlah rasa ini seperti biasa. Toh kelak kita akan berpisah. Berpisah dan tak yakin kita akan merindukan saat bersama. Biarlah aku tetap menjadi diriku. Biarlah aku tetap seperti ini.


0 comments:

Post a Comment