Saturday, April 19, 2014

Ketika Lelah membuat Lena


Entah apa yang ada di pikiranku. Dari tadi hanya minimize dan maximize program-program yang ada di laptopku. Hampir setengah jam seperti itu. Sama sekali tidak ada ide untuk menulis apa-apa. Jika ada pemberitahuan di Facebook langsung ku buka, atau ada pesan di Line langsung ku buka jua. Sedang sebuah karya menanti tangan ini untuk membuatnya.  Rasanya lama sudah, aku membiarkan hari-hari ku terisi dengan hal-hal yang tidak berguna sama sekali. Banyak waktu yang terbuang sia-sia. Apa yang ada dipikiranku? tidak jua pernah bisa kutuliskan lagi. Semua berlalu tanpa ada bekas yang berkesan di hati.

Ku coba ingat lagi semua yang ku lalui disini. Di Aceh Utara dan Lhokseumawe ini. Aku menghabiskan waktu hampir tiga tahun disini. Begitu banyak suka dan duka yang ku alami. Kadang aku enggan untuk
menulis. Jika itu kebahagiaan maka ku takutkan ada ria jika ku bercerita. Dan jika itu kesedihan maka ku takut itu adalah keluhan jika aku bercerita. Makanya aku lebih banyak diam. Diam dalam hal-hal yang membuat perasaanku berubah-ubah. Kadang semangat menyala. Kadang lelah juga membuatku terlena dalam istirahat panjang.

Teringat sebuah percakapan dengan temanku. Beberapa bulan yang lalu. Aku ingin menginjakkan kaki di bumi Allah yang lebih jauh lagi dari sini. Aku ingin mengukir langkah panjang di Pulau Jawa sana. Lantas aku juga mengatakan. Aku ingin mencari jati diri. Satu nasehatnya yang terus ku ingat. " Jati diri itu tidak akan kau temukan selain di jalan ini". Jalan dakwah yang justru sering membuat air mataku mengalir.

Bukanlah ku ragukan jalan dakwah ini. Bukan ku ragukan jalannya para Nabi ini. Bukan pula ku ragukan jalannya para syuhada yang memberikan hidup dan juga hartanya hanya untuk menegakkan islam di muka bumi Allah ini. Tapi yang ku ragukan adalah sikap dan tindakan orang-orang didalamnya. Janganlah menutup mata bahwa seorang anak dakwah adalah sempurna. Justru ketidaksempurnaanlah yang paling banyak di mereka. Mungkin sering ku melihat perseteruan panjang dan juga keeogoisan yang membuat tangisan di belakang layar.

Tapi kembali lagi kepada niat? Untuk apa aku berubah? Karena siapa aku memperbaiki diri? Hanya karena Allah dan mengharap Allah ridho dengan apa yang aku lakukan. Jadi apapun rasa-rasa pahit yang ku dapat. Ku biarkan saja berlalu. Semoga menjadi obat. Obat yang menghantarkan kakiku menapak syurgaNya kelak. In sya Allah.

Mungkin yang ku alami disini. Mungkin hanya perasaanku. Tapi aku tak pernah tahu pasti. Tentang sebuah niat. Karena hanya Allah-lah yang tahu. Yang ku tahu, mengapa aku bertahan hingga saat ini? Karena hadirnya calon jundi-jundi Allah yang baru. Karena hadirnya mereka sebagai orang-orang yang ku perhatikan lebih. Karena hadirnya mereka dengan kasih sayang tulus mengisi hari-hariku disini.

Merekalah batu-bata peradaban, yang kelak akan menggantikanku, yang kelak akan berjuang demi tegaknya islam di dunia ini. Merekalah nafas-nafas baruku. Merekalah pundi-pundi yang siap mengisi ruang kosong di hatiku.

Ketika lelah mendera. Sesaat terkadang ku buka ponselku. Ada pesan dari mereka. Selalu penuh cinta. Selalu penuh rindu. Betapa itu sangat menyentuhku. Jika ku ingin lari dari jalan ini. Ku ingat lagi setiap senyum ramah mereka menyapaku. Ku ingat genggaman tangan mereka dan pelukan mereka. Bahkan setiap pertanyaan dari mereka yang membuatku semakin semangat untuk lebih memperdalam ilmuku.

Kadang tak terasa air mata mengalir, ketika nama mereka ku sebut satu persatu dalam doaku. Tak sadar juga bahwa aku sering teramat merindukan saat-saat bersama mereka. Dan terasa bahwa aku juga menyayangi mereka. Ku sadar rasa sayang dan cinta itu hanya karena Allah. Ku tahu juga, aku berada disini adalah karena Allah.

Pernah dulu ada yang berkata. "Hidayah Allah itu datang melalui kakak", aku hanya terdiam. Aku sebab hidayah itu datang. Kenapa aku tak bertahan dalam hidayah Allah? Memang seberat apa yang kurasakan? Memang sesakit apa yang kurasakan? Memang caci maki seperti apa yang kudapatkan? Sungguh, belum sebanding dengan yang dirasakan oleh Rasulullah dan sahabat-sahabatnya.

Jika hijab ini ingin ku lepas dan perasaan ingin seperti dulu lagi tiba-tiba siggah dipikiranku. Ku ingat lagi? Apa untungnya melepas hijab? Apa untungnya? "Kau memang akan di puja-puji banyak lelaki, tapi bukan lelaki yang baik, kau akan menjadi tontonan gratis yang dibelakang kau, mereka tertawa melihat lekuk tubuhmu yang mengundang pikiran-pikiran nakal di otak mereka"

Aku sedang bertahan kuat di jalan ini. Bertahan walau pahit. Bertahan walau sakit. Bertahan hanya karenaMu Allah.

Satu lagi nasehat indah dari seorang saudara yang kini juga tengah berjuang di kota metropolitan di pulau Sumatera ini, membuatku semakin kuat teguh berdiri di jalan ini

"jika engkau merasa besar maka tengoklah sesungguh nya hati mu terjangkit penyakit,jika engkau merasa amal mu baik maka tengok lah mungkin itu di bungkus riya,
wahai mujahid teruslah berjuang karena obat yang baik rasa nya pahit,jika anda bertanya mengapa berjuang itu pahit,karena surga itu rasa nya manis,wahai saudara ku,,,,,"

0 comments:

Post a Comment