Sunday, January 8, 2012

MANUSIA MENURUT AGAMA ISLAM


A. Ruh dan Nafs
Ruh adalah salah satu komponen penting yang menentukan ciri kemanusiaan manusia. Setelah proses-proses fisik berlangsung  dalam penciptaan manusia, pemasukan ruh menjadi unsur yang membedakan manusia dengan dunia hewan. Sebagaimana banyak dari aspek fisik manusia yang hakikatnya belum diketahui manusia, ruh merupakan misteri besar yang dihadapi manusia.
øŒÎ) tA$s% y7/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) 7,Î=»yz #ZŽ|³o0 `ÏiB &ûüÏÛ ÇÐÊÈ #sŒÎ*sù ¼çmçG÷ƒ§qy àM÷xÿtRur ÏmŠÏù `ÏB ÓÇrr (#qãès)sù ¼çms9 tûïÏÉf»y ÇÐËÈ
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah ku sempurnakan kejadiaannya dan Kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya”(Saad,38:71-72)
štRqè=t«ó¡our Ç`tã Çyr9$# ( È@è% ßyr9$# ô`ÏB ̍øBr& În1u !$tBur OçFÏ?ré& z`ÏiB ÉOù=Ïèø9$# žwÎ) WxŠÎ=s% ÇÑÎÈ
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah:Ruh itu termasuk urusan Tuhanku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit. (Al-Israa,17:85)
Ruh adalah getaran ilahiah yaitu getaran sinyal ketuhanan sebagaimana rahmat, nikmat, dan hikmah yang kesemuanya sering terasakan sentuhannya, tetapi sukar dipahami hakikatnya. Sentuhan getaran rohaniah itulah yang menyebabkan manusia dapat mencerna nilai-nilai belas kasih, kejujuran, kebenaran, keadilan dan sebagainya.
Istilah nafs banyak tersebar di dalam Al-quran. Meski termasuk di dalam wilayah abstrak yang sukar dipahami, istilah nafs memiliki pengertian yang sangat terkait dengan aspek fisik manusia. Gejolak nafs dapat dirasakan menyebar ke seluruh bagian tubuh manusia karena tubuh manusia merupakan kumpulan dari bermilyar-milyar sel hidup yang saling berhubungan. Nafs bekerja sesuai dengan bekerjanya sistem biologis manusia.
ª!$# ®ûuqtGtƒ }§àÿRF{$# tûüÏm $ygÏ?öqtB ÓÉL©9$#ur óOs9 ôMßJs? Îû $ygÏB$oYtB ( ہšôJçŠsù ÓÉL©9$# 4Ó|Ós% $pköŽn=tæ |NöqyJø9$# ã@Åöãƒur #t÷zW{$# #n<Î) 9@y_r& K|¡B 4 ¨bÎ) Îû šÏ9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 šcr㍩3xÿtGtƒ ÇÍËÈ
Allah memegang jiwa (nafs) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya. Maka Dia, tahanlah jiwa (orang) yang Telah dia tetapkan kematiannya dan dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.(Az-Zumar, 39:42)
Hubungan antara nafs dan fisik manusia demikian erat meski sukar untuk diketahui pasti bagaimana hubungan itu berjalan. Dua hal yang berbeda, mental dan fisik, dapat menjalin iterrelasi sebab akibat. Kesedihan dapat menyebabkan mata mengeluarkan cairan, kesengsaraan membuat badan kurus. Dikenal pula istilah psikosomatik, yaitu penyakit-penyakit fisik yang disebabkan oleh masalah kejiwaan
Perpisahan antara nafs dan fisik disebut maut dan ini adalah peristiwa yang paling misterius dalam kehidupan manusia sebelum ia menjumpai  peristiwa-peristiwa lainya di dunia yang lain pula.
3 öqs9ur #ts? ÏŒÎ) šcqßJÎ=»©à9$# Îû ÏNºtyJxî ÏNöqpRùQ$# èps3Í´¯»n=yJø9$#ur (#þqäÜÅ$t/ óOÎgƒÏ÷ƒr& (#þqã_̍÷zr& ãNà6|¡àÿRr& (
....alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang zalim, (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya (sambil berkata): keluarkanlah nafs-mu....(Al-Anam, 6:93)
@ä. <§øÿtR èps)ͬ!#sŒ ÏNöqpRùQ$#
“Tiap-tiap nafs akan merasakan mati”. (Ali Imran, 3:185)

B.   Fitrah manusia : Hanif dan potensi akal, qalb dan nafsu
Kata fithrah (fitrah) merupakan derivasi dari kata fatara, artinya ciptaan, suci, seimbang. Louis Ma’luf dalam kamus Al-Munjid (1980:120) menyebutkan bahwa fitrah manusia adalah sifat yang ada pada setiap yang ada pada awal penciptaannya, sifat alami manusia, agama dan sunnah
Menurut iman Al-Maraghi (1974:200) fitrah adalah kondisi di mana Allahmenciptakan manusia yang menghadapkan dirinya kepada kebenaran dan kesiapan untuk menggunakan pikirinnya.
Dengan demikian arti fitrah dari segi bahasa dapat diartikan sebagai kondisi awal suatu penciptaan atau kondisi awal manusia yang memiliki potensi untuk mengetahui dan cenderung kepadan kebenaran (hanif). Fitrah dalam arti hanif ini sejalan dengan isyarat Al-Quran
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#  ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Ar- Ruum, 30:30)

Fitrah dalam ard penciptaan tidak hanya dikaitkan dengan arti penciptaan fisik, melainkan juga dalam arti rohaniah, yaitu sifat-sifat dasar manusia yang baik. Karena itu fitrah disebutkan sebagai konotasi nilai. Lahirnya fitrah sebagai nilai dasar kebaikan manusia itu dapat dirujukkan kepdaa ayat
øŒÎ)ur xs{r& y7/u .`ÏB ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä `ÏB óOÏdÍqßgàß öNåktJ­ƒÍhèŒ öNèdypkô­r&ur #n?tã öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ ( (#qä9$s% 4n?t/ ¡ !$tRôÎgx© ¡ cr& (#qä9qà)s? tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# $¯RÎ) $¨Zà2 ô`tã #x»yd tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÐËÈ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)". (Al-Araaf, 7:172)

Ayat diatas merupakan penjelasan dari fitrah manusia yang berarti hanif (kecendrungan kepada kebaikian) yang dimilikim manusia karena terjadinya proses persaksian sebelum digelar ke muka bumi. Persaksian ini merupakan proses fitriah manusia yang selalu memiliki kebutuhan terhadap agama (institusi yang menjelaskan tentang Tuhan), karena itu dalam pandangan ini manusia dianggap sebagai makhluk religius. Ayat diatas juga menjadi dasar bahwa manusia memiliki potensi baik sejak awal kelahirannya. Ia bukan makhluk amoral, tetapi memiliki potensi moral. Juga kelahirannya. Ia bukan makhluk amoral, tetapi memiliki potensi moral. Juga bukan makhluk yang kosong seperti kertas putih sebagaimana dianut para pengikut tabula rasa.
Fitrah dalam arti potensi, yaitu kelengkapan yang diberikan pada saat dilahirkan ke dunia. Potensi yagn dimiliki manusia tersebut dikelompokkan kepada dua hal, yaitu potensi fisik dan potensi rohani.
Potensi rohaniah adalah akal, qalb, dan nafsu. Akal dalam pengertian bahasa Indonesia berarti pikiran atau rasio. Harun Nasution(1986) menyebut akal dalam arti asalnya (bahasa Arab), yaitu menahan, dan orang aqil di zaman jahiliah yang dikenal dengan darah panasnya adalah orang yang dapat menahan amarahnya dan oleh karenanya dapat mengambil sikap dan tindakan yang berisi kebijaksanaan dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Senada dengan itu akal dalam Al-Quran diartikan dengan kebijaksanaan (wisdom), intelegensi(intelligent) dan pengertian(understanding). Dengan demikian di dalam Al-Quran akan diletakkan bukan hanya pada ranah rasio tetapi juga rasa bahkan lebih jauh dari itu jika akal diartikan degnan hilunah atau bijaksana.
Al-qalb berasal dari kata qalaba yang berarti berubah, berpindah atau berbalik dan menurut Ibn Sayyidah (Ibn Manzur :179) berarti hati. Musa Asyari (1992) menyebutkan arti al-qalb dengan dua pengertian, yang pertama pengertian kasar atau fisik, yaitu segumpal daging yang berbentuk bulat panjang, terletak di dada sebelah kiri, yang sering disebut jantung. Sedangkan arti yang kedua adalah pengertian yang halus yang bersifat ketuhanan dan rohaniah yaitu hakikat manusia yang dapat menangkap segala pengertian, berpengatahuan dan arif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akal digunakan manusia dalam rangka memikirkan alam sedangkan mengingat Tuhan adalah kegiatan yang berpusat pada qalbu. Keduanya merupakan kesatuan daya, rohani untuk dapat memahami kebenaran sehingga manusia dapat memasuki suatu kesadaran tertinggi yang bersatu dengan kebenaran Ilahi.
Adapun nafsu (bahasa Arab: al-hawa, dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan hawa nafsu) adalah suatu kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai keinginannya. Dorongan-dorongan ini sering disebut dengan dorongan primitif, karena sifatnya bebas tanpa mengenal baik dan buruk. Oleh karena itu nafsu sering disebut sebagai dorongan kehendak bebas. Dengan nafsu manusia dapat bergerak dinamis dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Kecenderungan nafsu yang bebas tersebut jika tidak terkendali dapat menyebabkan manusia memasuki kondisi yang membahayakan dirinya. Untuk mengendalikan nafsu manusia menggunakan akalnya sehingga dorongan-dorongan tersebut menjadi kekuatan positif yang menggerakkkan manusia ke arah tujuan yang jelas dan baik. Agar manusia dapat bergerak ke arah yang jelas, maka agama berperan menunjukkan jalan yang harus ditempuhnya. Nafsu yang terkendali oleh akal dan berada pada jalur yagn ditunjukkan agama inilah yang disebut an-nafs al-mutmainnah yagn diungkapkan Al-Quran:
$pkçJ­ƒr'¯»tƒ ߧøÿ¨Z9$# èp¨ZÍ´yJôÜßJø9$# ÇËÐÈ ûÓÉëÅ_ö$# 4n<Î) Å7În/u ZpuŠÅÊ#u Zp¨ŠÅÊó£D ÇËÑÈ Í?ä{÷Š$$sù Îû Ï»t6Ïã ÇËÒÈ Í?ä{÷Š$#ur ÓÉL¨Zy_ ÇÌÉÈ
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, Masuklah ke dalam syurga-Ku”. (Al-Fajr, 89:27-30)

Dengan demikian manusia ideal adalah manusia yang mampu menjaga fitrah (hanif)-nya dan mampu mengelola dan memadukan potensi akal , qalbu, dan nafsunya secara harmonis.

0 comments:

Post a Comment